Nama Kelompok :
4KA07
Dede Yusuf (11110743)
Johannes Kevin (19110577)
M. Aulia Rahman (19110297)
Nurkhamid Mustaufa (15110177)
Apa
itu desain grafis
Desain
Grafis berasal dari 2 buah kata yaitu Desain dan Grafis, kata Desain berarti
proses atau perbuatan dengan mengatur segala sesuatu sebelum bertindak atau
merancang. Sedangkan Grafis adalah titik atau garis yang berhubungan dengan
cetak mencetak. Jadi dengan demikian Desain Grafis adalah kombinasi kompleks
antara kata-kata, gambar, angka, grafik, foto dan ilustrasi yang membutuhkan
pemikiran khusus dari seorang individu yang bisa menggabungkan elemen-elemen
ini, sehingga mereka dapat menghasilkan sesuatu yang khusus atau sangat berguna
dalam bidang gambar.
Desain
Grafis adalah cabang ilmu dari seni Desain yang dalam perkembangannya Desain
Grafis dibantu oleh komputer dalam mendesain sebuah object.
Desain
biasa diterjemahkan sebagai seni terapan, arsitektur, dan berbagai pencapaian
kreatif lainnya. Dalam sebuah kalimat, kata “desain” bisa digunakan baik
sebagai kata benda maupun kata kerja. Sebagai kata kerja, “desain” memiliki
arti “proses untuk membuat dan menciptakan obyek baru”. Sebagai kata benda,
“desain” digunakan untuk menyebut hasil akhir dari sebuah proses kreatif, baik
itu berwujud sebuah rencana, proposal, atau berbentuk obyek nyata.
Di masa lalu, mimpi atau
cita-cita untuk menjadi desainer grafis, masih jarang ditemui pada anak muda
Indonesia. Kala itu, profesi desain grafis hanya dikenal sebatas seni grafis,
tidak seperti sekarang yang telah menjamur. Saat ini, institusi pendidikan
formal maupun informal banyak membuka jurusan desain grafis/desain komunikasi
visual, mulai dari fakultas seni dan desain hingga fakultas ilmu
komputer/teknologi informasi. Tak hanya itu, pengetahuan dan informasi tentang
desain grafis juga dapat dipelajari secara otodidak melalui internet, baik
secara teknis digital, maupun sejarah karya, seperti pada website Desain Grafis
Indonesiawww.dgi-indonesia.com.Namun seberapa jauh kita mengenal dunia desain
grafis? Sudahkah kita mengetahui sejarah perkembangan desain grafis di
Indonesia berikut dengan sepak terjang perjuangan para tokohnya dalam
mewujudkan profesi desain grafis agar diterima oleh masyarakat? Berikut ini adalah
secuplik kisah tentang Hanny Kardinata, salah satu tokoh senior desain grafis
indonesia yang sudah puluhan tahun berkiprah dan berkarya di dunia desain
grafis. Beliau merupakan penemu teknik dry brush, founder website Desain Grafis
Indonesia (DGI), dan penulis sejarah desain grafis. Salah satu mimpi beliau
saat ini adalah terwujudnya Museum Desain Grafis Indonesia kelak di masa depan.
Bakat, Pendidikan, dan Karir
“Awal yang sederhana bisa membawa
manfaat yang lebih besar bila dijalani dengan tekun dan konsisten,” kata Hanny.
Inilah yang mengawali langkah beliau dalam mengenal dunia seni, khususnya
desain grafis.Sedari kecil, Hanny sangat menyenangi kegiatan menggambar. Hal
ini merupakan bakat yang diwarisi dari ayahnya. Tak hanya itu, menurut ibunya,
Hanny kecil lebih suka menggambar di meja kamar dibanding menghabiskan waktu
bermain dengan memanjat pohon, menaiki atap rumah, ataupun bermain
layang-layang seperti saudara-saudaranya. Semenjak SMP, beliau juga suka
membuat komik bersambung yang kemudian dibaca secara bergiliran oleh
teman-teman di sekolah. Selepas SMA, di antara teman-teman sekolahnya saat itu,
Hanny satu-satunya yang melanjutkan ke pendidikan seni rupa.Laiknya ikan yang
baru bertemu dengan air, Hanny merasa telah memilih jurusan yang tepat. Bagi
Hanny, masa kuliah menjadi masa yang jauh lebih menyenangkan daripada masa SMA.
Keputusan melanjutkan pendidikan di Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia (STSRI)
Asri, Yogyakarta di tahun 1972 adalah pilihan hidupnya. Selesai studi, Hanny
bekerja dan berkarya di agensi periklanan Matari, Jakarta (1976–1983). Inilah
momentum awal saat Hanny bertemu dengan beberapa orang hebat: seniman,
budayawan, sejarahwan, dsb.Saat mulai bekerja, beliau yang merupakan desainer
grafis angkatan ’70, masih dituntut menghasilkan segala jenis karya grafis,
mulai dari ilustrasi hingga logo, poster, dan buku. Sampai periode 1980-an, hal
ini beliau lakukan sendiri, mulai dari merancang konsep hingga mengeksekusinya.
Setelah itu, hingga pertengahan 1990-an, beliau lebih banyak memikirkan konsep.
Pekerjaan eksekusi lantas diambil alih
oleh para asisten di biro grafis Citra Indonesia. Setelah bertahun-tahun
berkarya dalam tim, pertengahan tahun 1990-an hingga 2000-an, Hanny kembali
mengerjakan semuanya sendiri, ketika muncul perasaan tidak lagi memiliki karya
yang murni dikerjakan sendiri (dari konsep hingga hasil akhirnya).
Seperti halnya seniman maupun
desainer lainnya yang memiliki style/ciri khas masing-masing, teknik dry brush
(kuas kering) merupakan sebuah teknik yang Hanny temukan sendiri saat masih
studi di STSRI Asri.Selain menemukan teknik dry brush, beliau juga aktif
membuat berbagai karya dan sering menerima penghargaan. Dari berbagai kumpulan
karya yang pernah dihasilkan, poster “Buatan Indonesia. Mengapa Tidak?” yang
dibuat pada tahun 1987, merupakan salah satu karya yang sangat berkesan
menurutnya. Poster ini terpilih sebagai juara pertama lomba poster yang
diadakan oleh Kementerian UP3DN (Urusan Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri),
ITB (Institut Teknologi Bandung), dan P3I (Persatuan Perusahaan Periklanan
Indonesia), serta diikuti oleh ratusan desainer grafis yang kala itu, hadiahnya
merupakan yang terbesar.Karya ini memiliki kesan tersendiri bagi beliau, karena
pada awalnya, Hanny justru tidak pernah berniat mengikuti lomba ini.
“Ceritanya, hampir semua desainer di biro grafis saya mengikuti lomba tersebut.
Salah seorang darinya, menunjukkan sketsa-sketsanya kepada saya agar mendapat
masukan. Setelah memberikan beberapa komentar, untuk beberapa saat lamanya
pikiran saya jadi terus terfokus untuk memikirkan solusi-solusi yang lebih
baik. Akhirnya saya juga membuat beberapa sketsa, yang kemudian saya berikan
kepada asisten desainer untuk dia eksekusi atas namanya. Tapi hingga beberapa
hari menjelang waktu penutupan lomba, saya lihat dia masih asyik mengerjakan
karyanya sendiri. Sketsa saya minta kembali dan saya kerjakan sendiri di rumah.
Dan ternyata kemudian karya itu menang!” tutur beliau pada percakapan melalui
surat elektronik.Sedangkan hasil karya yang paling disukai adalah “Ilustrasi
Guruh Sukarnoputra” yang merupakan hasil pesanan Guruh untuk materi promosi
pergelaran perdana Swara Mahardhika (poster, sampul kaset, dsb.) di tahun 1979.
Bentuk materi promosi yang berukuran besar, membuat Hanny mau tak mau
mengerjakannya bergantian di meja gambar dan di lantai. Di meja gambar untuk
detailnya, sementara di lantai untuk mengontrol ‘irama musik’ yang diharapkan
muncul pada ilustrasi ini. Seluruhnya Hanny kerjakan dengan teknik dry brush.
Hal ini tentu berbeda kondisinya dengan saat ini, di mana dengan mudah materi
promosi berukuran besar dapat dibuat dengan percetakan digital.Saat ditanyakan
apa yang menjadi inspirasinya dalam berkarya, buku-buku yang sering dibaca,
baik itu tentang desain, seni, budaya, filsafat, psikologi, sastra, musik, juga
komik, cerita silat secara tidak langsung turut memengaruhinya dalam berkarya.
Idealisme dan Cita-Cita
Periode 2000-an, merupakan titik tolak
terpenting di mana saat itu kondisi penglihatan Hanny mulai menurun hingga
kini. Sejak saat itulah, Hanny tidak bisa lagi membuat ilustrasi yang
membutuhkan sentuhan detail pada pengerjaannya, terutama jika menggunakan
teknik dry brush. Pada
waktu yang sama, teknologi blog mulai populer di Indonesia. Banyaknya
waktu senggang memunculkan keinginan untuk mengumpulkan catatan-catatan
mengenai desain grafis Indonesia yang kelak hendak dirangkai menjadi sebuah
buku. Menurut Hanny, sejarah dianggap penting dalam upaya untuk mengetahui
evolusi ide dan nilai sebuah bidang keilmuan seperti yang dikemukakannya,
“Jangan lupa membaca sejarah, siapa tahu apa yang kita hasilkan dan kita anggap
sebagai inovasi itu sebetulnya sudah ada yang membuat di masa lampau. Sejarah
desain grafis adalah perjalanan evolusi ide-ide atau nilai-nilai.”
Berangkat dari impian itu, Hanny mulai mengetik
ulang kliping-kliping mengenai desain grafis Indonesia yang selama ini telah
dikumpulkan sejak tahun 1980–1990-an. Satu persatu, tulisan itu diterbitkan di
sebuah blog yang diberi nama Desain Grafis
Indonesia (DGI). Tanggal 13 Maret 2007 adalah momentum awal kelahiran situs
DGI. Diharapkan kelak nantinya situs ini menjadi pusat data sejarah dan
perkembangan desain grafis Indonesia yang berfungsi menyebarkan informasi ke
seluruh Indonesia, bahkan dunia dalam lingkup yang lebih luas.
Setelah lima tahun DGI mengudara, tepatnya di
tahun 2012, beliau memulai penulisan buku “Desain Grafis Indonesia dalam
Pusaran Desain Grafis Dunia” yang rutin dikerjakan hingga sekarang, sambil
mencari jalan untuk menerbitkannya sendiri. “Kalau ini bisa diterbitkan pada
tahun depan, maka sebagian cita-cita saya akan terwujud, yaitu memiliki Sejarah
Desain Grafis Indonesia,” cetusnya
Tak hanya itu, demi kelangsungan siklus
keilmuan dan keberlanjutan DGI, regenerasi kepengurusan DGI pun sudah beliau
pikirkan. Oleh sebab itu, sekitar Agustus 2013, Hanny bertemu Ismiaji Cahyono
dan istrinya, Citra Lestari, agar kelak melanjutkan DGI. Rumah sekaligus studio
yang berdekatan dengan tempat tinggal Hanny memudahkan proses komunikasi di
antara mereka. Selanjutnya rencana mendirikan DGI Press juga dimatangkan, di
mana Henricus Kusbiantoro turut merancang logonya. Tepat pada 25 Oktober 2013,
DGI Press resmi terdaftar sebagai penerbit di Perpustakaan Nasional. Buku
perdana DGI Press karya Vincent Hadi Wijaya yang berjudul “Perspektif: 19
Desainer Grafis Muda Indonesia”, merupakan publikasi pertama dari DGI Press
yang mengangkat wacana desain grafis melalui pemikiran 19 desainer grafis muda
Indonesia.
Ketika pusat data, dokumentasi, dan literatur
tentang desain grafis Indonesia kini sudah terealisasi, dan buku tentang
sejarah desain grafis sedang dalam proses penyusunan untuk kelak dapat
diterbitkan, masih adakah mimpi yang belum teraih? Museum Desain Grafis
Indonesia (MDGI) adalah jawabannya. “Lahan yang semula direncanakan untuk MDGI
yaitu Chandari di daerah Ciganjur, ternyata tidak bisa dibangun, karena berada
di daerah resapan air DKI Jakarta. Padahal ke depannya kelak diharapkan
dokumentasi karya, tulisan, dan literatur dapat juga berwujud secara fisik,”
ungkap beliau.
Ada satu pesan khusus bagi generasi kreatif
Indonesia dari beliau, “Berbuat baiklah selalu bagi negeri kita ini.”
Profil Beliau
Nama Lengkap: Hanny Kardinata
Tempat/Tanggal lahir: Surabaya, 7 Januari 1953
Pekerjaan: Desainer grafis, penulis sejarah desain grafis
Tempat/Tanggal lahir: Surabaya, 7 Januari 1953
Pekerjaan: Desainer grafis, penulis sejarah desain grafis
Latar Belakang Pendidikan:
1972-1975: Studied Graphic Design at ASRI, now
ISI (The Art Institute of Indonesia), Yogyakarta.
Penghargaan:
1987: “Creativity Award” from Creativity
International Awards, New York, USA, for The Parrots (club & restaurant)
logotype design and is published in Creativity 1987.
1987: First prize from a poster design
competition held by Kantor Menteri Muda Urusan Peningkatan Produksi Dalam
Negeri (UP3DN) cooperated with Bandung Institute of Technology (ITB) and
Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I): Buatan Indonesia. Mengapa
Tidak?
1992: “Creativity Award” from Creativity
International Awards, New York, USA, for Citra Indonesia calendar design and is
published in Creativity 1992.
1992: Certificate from Interecho Press (Paul
Ibou, president) for the superior standard of Transindo logo design and is
included in the collection of the the International Trademark Center and in the
worlwide distribution publication Interecho Press, Belgium-Europe.
2008: “Anugerah Samartharupa” from DKV Binus
University for dedication to the development of graphic design in Indonesia,
especially in education.
Pengalaman Profesional:
1976-1977: Graphic designer of Matari
Advertising (advertising agency), Jakarta.
1977-1980: Freelance graphic
designer/illustrator.
1980: Establishes Citra Indonesia (graphic
design company), Jakarta.
1980-1994: Art director of Citra Indonesia,
Jakarta.
1989-2009: Graphic design consultant of LARAS
(interior & architecture magazine), Jakarta.
1999-2005: Graphic design consultant of Machu
Picchu (foreign investment company in the field of outdoor fashion industry
whose products are exported to European market), Jakarta.
2007-now: Founder/Chairman of DGI (Desain
Grafis Indonesia) – a collaborative site focused on the History of Graphic
Design in Indonesia as an integral part of international graphic design,
Jakarta.
2008-2009: Chairman of VERSUS, a critical and
provocative magazine for creative people, Jakarta.
2008-now: Chairman of Museum (to be) DGI
(Desain Grafis Indonesia) at Desa Kreatif Chandari, Ciganjur, Jakarta.
2009-now: Chairman of Indonesia Graphic Design
Award (IGDA), Jakarta.
2013: Kurator RBDI
(Reka Baru Desain Indonesia) 2013, kategori Desain Komunikasi Visual (DKV) yang diselenggarakan oleh
Kemenparekraf.
Pameran:
1980: Graphic design exhibition helds with 2
other graphic designers at Erasmus Huis, Jakarta (Pameran Rancangan Grafis
Hanny, Gauri, Didit).
1980-1989: Organizing (also participate on)
several exhibitions with IPGI (Indonesia Graphic Designer Association) and
JAGDA (Japan Graphic Designer Association).
Aktivitas lainnya:
1992: Jury of Indonesia Design & Print
Competition held by Arjo Wiggins/Conqueror (paper company).
1994: Jury of Indonesia Design & Print
Competition held by Arjo Wiggins/Conqueror (paper company).
1996: Jury of SCOPA 95 – Indonesia Design &
Print Competition held by Surya Palacejaya (paper company).
1999-….: Contributing editor of: output
(Biggest International Student Design Award and Worldwide Student Design
Yearbook), a project of : output foundation, Amsterdam.
2002-2003: Jury of Logo Design Competition for
Museum Nasional, Indonesia.
2003: Jury of SCOPA 2003 – Indonesia Design
Competition held by Surya Palacejaya (paper company).
2003: Jury of Adikarya Desain Indonesia 2003 –
Indonesia Design Competition held by Media Network Indonesia and BuBu Internet.
2006: Jury of Ide Awards: “Indonesia
Nationalism in Visual Communication” held by Adgi (Indonesia Design
Professionals Association) and Galeri Nasional Indonesia, Jakarta.
2007-now: Founder of DGI (Desain Grafis
Indonesia): a collaborative site focused on the History of Graphic Design in
Indonesia as an integral part of the international graphic design collective
heritage.
2007: Jury of cover design competition “1001
Cover Concept” held by Concept Magazine, Jakarta.
2008: Jury of poster design competition “DEEP
Indonesia 2008″ Digital Poster Design Competition held by PT Exhibition Network
Indonesia, Coremap II and FDGI (Forum Desain Grafis Indonesia) as the
co-organizer, Jakarta.
2009: Jury of poster design competition “DEEP
Indonesia 2009″ Digital Poster Design Exhibition held by PT Exhibition Network
Indonesia, Coremap II and FDGI (Forum Desain Grafis Indonesia) as the
co-organizer, Jakarta.
2009: Jury of poster design competition IPDA
(Indonesia Printer Design Award) 2009, Jakarta.
2009: Jury of Pinasthika Advertising Festival
2009, Jakarta.
2009: Jury of poster design competition
“Kampanye Melek Asuransi 2009″.
2010: Jury of logo design competition “Jakarta
483th”.
2010: Jury head of IGDA (Indonesia Graphic
Design Award) 2009.
2011: Jury of TUAI 2010.
2011: Jury head of KPU (Komisi Pemilihan Umum)
poster and flyer design competition.
2011/2012: Jury head of SCOPA Award (2012).
2013: Juri Lomba Maskot KPU (Komisi Pemilihan
Umum) untuk Pemilu 2014.
Sumber
:
0 komentar:
Posting Komentar